Bangkit
Oleh Irman Syah
Ada semacam spirit yang tak terhalangi di dalam diri, kadang muncul sendiri dari lubuk hati: Bangkitlah Bangsaku! Begitulah. Kalau pun dilanjutkan, tentulah Bangsa Indonesia hari ini telah terpuruk dan terbenam dalam sebuah lembah tak bernama. Atau bisa juga hanyut dalam mimpi panjang yang menakutkan. Oleh sebab itu, sudah diwajibkan bagi bangsa ini untuk bangkit dan bangun dari tidur yang menyesatkan. Hal ini amat diperlukan tersebab suasana kebangsaan saat ini memang tengah meradang.
Pidato Sastra Sutardji C Bachri: Indonesia Lahir dari Puisi
Indonesia lahir dari puisi. Teks Sumpah Pemuda yang
dicetuskan pada 1928 adalah puisi, yang berisi tentang imajinasi Indonesia yang
satu. Pernyataan ini disampaikan penyair Sutardji
Calzoum Bachri dalam pidato sastra mengenang Chairil Anwar di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta,
Kamis (23/5) malam.
Kepala
Dalam kenyataan keseharian, entah
kenapa, setiap kita menemukan ragam manusia berbondong-bondong bergerak,
melangkah dan menyuarakan sesuatu dengan pikirannya yang sempit. Menilai dan
menuduh manusia lain dengan caranya sendiri tanpa mempertimbangkan banyak hal
yang semestinya diteliti atau ditelusuri
dulu lebih jauh. Maka, wajar saja kita melihat parade-parade kepala yang kian
menonjolkan dirinya sendiri sebagai sesuatu dan satu-satunya yang mesti dipandang
benar.
Sekolah Pinggir Kali
Oleh Irman Syah
Setelah 4 kali sukses mengapungkan panggung di Kalimalang
lewat program ‘Panggug terapung’ yang mengundang Seniman dan para tokoh yang
konsern di bidangnya menghadiri event kebudayaan yang dihiasi dengan
musikalisasi puisi, teater, pantun, pencak silat, tari topeng, seni rupa dan
pameran foto, kali ini Sastra Kalimalang
akan meujudkan sebuah gagasan baru yang desebut dengan Sekolah Pinggir Kali.
Apa yang Jadi
saat bangga memamerkan bahasa
melalui bibir yang seksi tentulah dunia
hidup dengan segala tipu-dayanya
Ibu
Oleh Irman
Syah
Tak banyak yang bisa diungkapkan sebagai kata yang menjadi,
karena semuanya akan selalu bermuara ke sana: kepada ibu yang selalu setia
menerima anaknya apa adanya, menjalin keluh-kesah menjadi benang kehidupan yang
tak bisa disepelekan. Dialah tempat berpulangnya segala resah, tempat
semayamnya jiwa yang gelisah bagi segenap impian dan harapan insan yang bernama
manusia.
Grafiti Toilet
entah kenapa dalam pikirannya
coretan itu
tak pernah hilang, tak pernah
terbuang, meski telah
ia usahakan dengan banyak cara:
ia jadi hilang akal
timbullah keinginannya untuk
melaporkan hal itu
kepada pimpinan fakultas:
“Pak saya tak bisa menghilangkan
pikiran tentang
apa yang tertulis di toilet itu…”